Motto of the week!

Look at the around side, also in the down side, not just to the up side.

Sabtu, 08 Januari 2011

OLDERA “Di Balik Dunia Cermin dan Keajaiban Gelang” Part 1

Pada zaman modern ini, telah terjadi pengenalan proses yang memang sulit dimengerti oleh para anak – anak yang dilahirkan oleh para istimewa, dan itu dimulai dari 4 keluarga yang istimewa, dari sinilah itu dimulai.
Di Sekolah.
“Sudah dik, jangan berantem lagi sama dia, kasihan kan dia?” ucap Ilbani. “Apaan sih kakak ini, belain dia terus. Dia itu selalu nyari gara – gara sama aku.”  ucap Ilmira. “Tidak apa – apa , kak. Sebaiknya saya pergi duluan.” ucap Oktara. “Tapi apa kamu bisa pulang sendiri?” ucap Ilbani. “Nanti saya bisa pergi dengan Lusara.” terang Oktara.
Di Gedung Olahraga.
Tidak sengaja Ilbani membuat Ludori, kakak Lusara yang sangat misterius.
“Kamu! Apa yang kamu lakukan?” ucap Ludori. Ludori sangat marah pada saat itu, dan akan memukul Ilbani tapi terjadi keanehan pada saat itu. Tiba – tiba gelang di tangan Ilbani mengeluarkan cahaya dan menyilaukan mata Ludori.
“Ada apa ini? Ludori, Ilbani, apakah kalian berkelahi?” ucap Pak Guru Kranim. “tidak pak, tidak terjadi apa – apa disini.” Ucap Krenima menjelaskan. Krenima sendiri adalah anak dari Pak Guru Kranim, sekaligus sahabat dari Ilbani. Pak Kranim pun beranjak pergi. Dan perkelahian pun dapat diredam tapi menimbulkan ancaman. “Kamu sekarang lolos Ilbani, tapi lain kali kamu akan menanggung akibatnya, karena kamu sering mengganggu hidupku. Camkan itu!” ucap Ludori. “Sudah – sudah, kalian ini tidak ada habisnya.” ucap Krenima.
Di Kantin.
“Tadi memangnya kalian kenapa, Ilbani?” ucap Krenima. “Tadi aku tidak sengaja, membuat si Ludori jatuh.” ucap Ilbani. “Makanya kamu itu harus hati – hati, ok?” ucap Krenima. “Tapi tunggu, ada yang aneh tadi, masa gelang ini tiba – tiba mengeluarkan cahaya.” jelas Ilbani. “Sini aku lihat gelangnya, aku juga punya gelang seperti ini.” ucap Krenima. “Ya, benar sekali. Kalau aku perhatikan ada 4 keluarga di daerah ini yang memiliki gelang seperti ini, keluarga Ilkratina yakni keluargaku sendiri, keluarga Kruanama yakni keluargamu sendiri, keluarga Lubosyia yakni keluarga Ludori, dan keluarga Oksiansyah yakni keluarga Oktara.” jelas Ilbani. “Iya ya, kenapa bisa gitu? Aneh.” ucap Krenima. “Itu tidak penting, yang harus kita lakukan adalah menyelidiki ada apa dengan semua ini. Kamu harus membantu aku untuk ini, ok.” ucap Ilbani. “Ok, tapi gimana caranya?” ucap Krenima. “Gini aku bakal mencari dokumen di keluargaku, dan kamu tolong usahakan mencari tahu langsung ke keluarga kamu. Karena keluargaku sangat tertutup soal ini. Gimana?” ucap Ilbani. “Ok, kita mulai sekarang.” Ucap Krenima.
Mereka pun mencari informasi – informasinya, hingga mereka pikir hal itu tidak mungkin dapat dicari dalam waktu yang dekat, butuh waktu yang lama. Tiba – tiba di suatu tempat ada seorang kakek yang meminta pertolongan, mungkin beliau kesusahan, Ilbani dan Krenima membantu kakek tersebut. Kakek tidak sengaja melihat gelang yang dipakai oleh mereka berdua, dan kakek merasa mengingat sesuatu, dan dari kakek itulah Ilbani dan Krenima mengetahui asal – usul gelang tersebut.
“Terima kasih atas pertolongan dari kalian.” ucap kakek. “Ya, kek. Sama – sama, tapi kakek tidak kenapa – kenapa? Nama kakek siapa?” ucap mereka berdua. “Ya, kakek baik – baik saja. Nama kakek Hidrana Hifrata. Apa itu yang kalian berdua pakai di tangan kalian? Apakah itu sebuah gelang” ucap kakek Hidrana. “Ya, kek. Ini sebuah gelang. Apakah kakek tahu asal – usul gelang ini?” ucap mereka berdua. “Kakek memang mengetahuinya. Sebenarnya nenek moyang kakek menceritakan bahwa ada sebuah gelang yang memiliki hal yang menakjubkan. Dan itu dapat membuat dunia gempar, apabila pemiliknya memiliki tekad yang kuat dan hati yang suci maka dia dapat membasmi kejahatan Klavir Kloroma. Klavir Kloroma adalah seorang psikopat yang jahat. Sebenarnya asal gelang itu adalah dari keluarga Kloroma. Suatu hari Klirivan Kloroma menemukan suatu benda yang mengeluarkan cahaya, dan itu adalah suatu gelang. Di akhir wafatnya, Klirivan Kloroma memberikan gelang satu – satunya itu kepada anak perempuannya yakni, Klarana Kloroma. Karena merasa sangat dirugikan dari kejadian tersebut, Klirivan Kloroma mencurinya, dan menggandakannya hingga dipakai oleh banyak orang, seperti oleh kalian. Hanya itu yang bisa kakek sampaikan pada kalian sampai saat ini. Kalian akan mengetahuinya lambat kaun, dan kalian akan mendapatkan pelajaran yang berharga dari ini. Dan waktunya nanti akan tiba, waktu dimana kalian akan mengalami PENYEBRANGAN.” jelas kakek Hidrana Hifrata. Tidak disangka terjadi angin rebut seketika, dan ketika mereka melihat ke arah kakek, kakek tersebut sudah menghilang. “Tapi, kek. Kamu belum paham mengenai semua keanehan ini. Loh kakek kemana Kren?” ucap Ilbani. “Aku juga tidak tahu, setelah angin rebut tadi selesai tiba – tiba kakek itu sudah hilang.” ucap Krenima. “Yang harus kita lakukan, adalah terus menyelidikinya, ok. Kamu jangan kasih tahu siapapun mengenai ini untuk waktu dekat. Kita harus tahu benar semuanya, baru kita menceritakannya kepada orang lain.” ucap Ilbani.
-Bersambung-

KIASAN "Cahaya"

Cahaya. . .
Cahaya adalah harapan yang tak henti terang
Menyibak sangsaka alam, menyeluruh hingga tak bersisa
Tanpa batas, menyelimuti segala hal positif yang imajinatif
Memberi secercah hidup yang lebih agung untuk berkesinambungan
Bersambung bagai ikatan yang suci dan tak terpisahkan
Menjalin suatu kekuatan untuk menghalau badai
Tak perlu mengahancurkannya, hanya menghalaunya
Mencintai hal yang buruk, walaupun seburuk apapun
Mengubahnya menjadi suatu yang bermanfaat
Tanpa melihat dia terbit dari ufuk manapun
Mengubah lumpur menjadi mutiara, takjubkah?
Keajaiban yang tak pernah terbayarkan
Yang dicapai dengan perjuangan yang keras
Menimbulkan suatu sihir kebersamaan yang terkonsolidasi
Cahaya memberikan suatu harapan yang harus diwujudkan
Mengubah suatu yang tidak pasti menjadi pasti
Membuat yang tidak mungkin sekalipun menjadi mungkin
Bukankah itu adalah sesuatu yang diidamkan? Hal yang berharga?
Hal yang berharga, yang tak pernah terbayangkan segenap menghinggapi
Mengghinggapi dirimu di kala sunyi, di kala semua kegagalan menghampirimu
Mukjizat memang, tapi tidak ada yang mungkin, jika kita memaksakan kemungkinan
Akan semakin timbul suatu harapan dari berbagai kegagalan
Namun dengan usaha yang kuat dengan menghadirkan cahaya yang kuat
Seperti menyebrangi samudera luas hanya dengan sampan yang kecil
Berbekal tekad dan niat yang kuat, dan memiliki ketangguhan yang hebat
Jangna berpikiran bahwwa kita miskin inspirasi dalam mewujudkan suatu yang nyata
Justru imajinatif yang kita banyak kembangkan membuahkan banyak inspirasi
Inspirasi yang menarik, sangat berharga karena itulah yang terpenting
Layaknya cakrawala yang menjemput sang rembulan tanpa henti
Tetaplah semangat tanpa henti untuk mencapai suatu akhir
Akhir yang timbul dari cahaya harapan yang indah
Cahya harapan yang sangat diinginkan
Dengan perwujudan yang dicapai dengan keringat yang tak pernah terbayarkan
Terbayarkan dengan suatu keajaiban yang sangat indah
Dan tentunya selalu indah pada waktunya
Ketakjubannya melebihi apapun, apapun yang bernilai di dunia ini
Karena itu timbul dari cahaya yang sejati
Karena cahaya memang memberi harapan yang tidak sembarangan
Cahaya adalah nyala kehidupan


Fine Story “Introduce and first story with Rosa”

“Woooy . . . i’m Fine” itulah yang dikatakannya setelah dia berulang kali mengenalkan diri di sekolahnya yang baru. Dia baru pindah sekolah karena ibunya dipindahtugaskan ke kota Bandung, dia sendiri berasal dari Yogyakarta. Well, fine adalah seorang remaja yang beranjak dewasa dengan pemikirannya, tidak tahu apakah dia akan beranjak dewasa yang “sesuai” dengan orang dewasa seusianya.
“hei. .  liat, liat, dia kenapa ya? Aneh teriak – teriak segala.” itulah Noni yang selalu mencari perhatian semua orang dengan dandannya yang agak sedikit “berlebihan”, dia membuat suatu suara yang cukup keras, lalu dia bilang “hei. . liat, liat. .” “Iya nih kenapa dia? Heh, nama loe tadi siapa? Fine? Gile nama loe pake bahasa inggris segala, siapanya bule lho?” dia Hirasi, cowok yang agak sedikit aneh, walaupun gayanya nyeleneh tapi dia itu punya rasa empati yang tinggi lho, dia keturunan Jepang gitu deh, tapi saking anehnya dia benci sesuatu yang berbau Jepang. “Iya nama aku Fine, lagian aku dari tadi mengenalkan diri, nggak ada yang nyaut segala, aku ini ponakannya buleku yang di Yogya, kok kamu kenal sama bule aku?” ucap Fine dengan suara medoknya. “Iye ngeyel ya lho, yang gue maksud tuh ada ga keluarga lho yang bule?” tegas Hirasi. “Ya, ada bule aku di Yogya.” jawab Fine dengan polos. “Dodol kamu maksud Hirasi ada gak keluarga kamu yang ciri – cirinya kayak orang luar negeri.” dia Lila, meskipun dia pintar dia itu lama banget dalam melakukabn segala sesuatu, nggak sigap. Dia aslnya dari Garut, karena keluarganya pembuat dodol sejati, dia diharuskan untuk meneruskan usaha keluarganya, tapi dia ingin menjadi seorang guru, dia sangat kesal akan hal itu, jadi jika ada orang yang membuatnya kesal dia selalu bilang “dodol” ke orang yang dimaksud. “Oh. . dikirain apa, iya bapak aku seorang warga asing tapi dia itu sudah menjadi WNI sejati lho, ngomongnya juga medok kayak aku.” jawab Fine. “Ngapain sih kalian, kumpulan orang aneh, gitu aja dibahas.” yang satu ini adalah Rosa, seorang cewek yang menurut kabatnya dia itu “freak” dan sedikit rese, dia tidak ingin melihat hal yang menurutnya sangat mengganggunya. “Sudah – sudah kalian apaan sih, masih pagi sudah rebut. Fine kamu boleh duduk di sebelah Rico. Sekarang kita mulai pelajaran baru semester 2. Mari kita mulai.” Satu lagi, Rico. Cowok yang penuh misteri, tidak ada sedikitpun orang yang tahu akan kehidupannya, well kadang dia memang tidak penting dikelasnya.
“Ok anak – anak kita pelajari bab baru, untuk tugas pertama kita kalian harus akan dipasangkan, 1 kelompok untuk 2 orang.” ucap sang guru. Pembagian kelompok pun dilakukan dan tugas sudah diberikan kepada seluruh murid. Well ada yang nampak berbeda dari pemandangan biasanya di kelas tersebut. Let’s read the story. “Kenapa sih gue mesti sekelompok sama loe, Fine?” sesal Rosa. “Emang kenapa? Kamu nggak suka? Aku baik juga lho. Di kampungku aku termasuk perjaka yang paling baik. Gimana?” ulas Fine. “Ah. . . udah – udah, mau lho baik kek, ganteng kek, gue nggak mau sekelompok sama lho, yang jelas lho tuh kampungan, titik.” ujar Rosa. “Aku itu pinter lho, kalo kamu nggak mau ngerjain bareng sama aku, aku bakal ngerjainnya sendiri, kamu tinggal nerima beresnya aja deh. Gimana?” jawab Fine. “Ya udah – udah, inget elo musti negerjainnya bener – bener, jangan salah ya, awas lo, kalo loe salah ngerjainnya. Kalo sampe nilai gue jelek gara – gara loe, awas aja.” tegas Rosa. “Galak amat, iya – iya aku bakal ngerjainnya dengan bener deh, tenang aja, serahin sama aku, OK.” jawab Fine.
Fine harus mengerjakan tugasnya yang seharusnya dia kerjakan bareng dengan Rosa. Tapi dia harus menanggung akibatnya sendiri karena keegoisan Rosa. Fine memang baik, tapi dia sangat polos, mungkin masih terbiasa atmosfir dari lingkungannya yang dulu, yang tidak sekejam lingkungannya sendiri. Malam harinya Fine mengetik ulang tugasnya yang sudah dia cari pada siangnya di perpustakaan sekolah sendiri, sambil dia chating dengan pacarnya yang di Yogya, maklum walaupun Fine sudah tidak di Yogya lagi, dia tetap akan kembali setelah sukses, dan berjanji setia dan menikahi pacarnya. “Huh. . akhirnya selesai juga.” ucap Fine dengan lega. Fine tinggal melakukan proses akhir yakni menge-print. Tidak sengaja kata – kata yang akan ditulis dalam chating-nya, tertulis di dalam tugasnya, dan tercetak pula.
Besoknya, “Fine, Rosa, kesini sebentar!” titah Bu Guru. “Iya bu, ada apa ya bu?” tanya Fine dan Rosa. “kamu berdua, ini apaan, kata – kata ini kata untuk apa?” tegas Bu Guru dengan nada tinggi. Maklum Bu Guru adalah orang asli Yogya, walaupun dia sudah 10 tahun di Bandung, tapi dia masih paham bahasa daerahnya. “Ini apa, kalimat cinta – cintaan dipake segala.” tegas Bu Guru. “Ini apaan Fine? Loe tuh bego banget pake ngetikin ini segala.” ucap Rosa dengan penuh kemarahan. “Maaf aku lupa, keenakan chating sama pacar aku.” jawab Fine menjelaskan. “Fine, Rosa, karena kalian tidak mengerjakan tugas kalian, kalian harus lari mengelilingi lapangan 10 putaran dengan memakai papan yang berisikan “saya tidak mengerjakan tugas”, sekarang juga. Cepat kalian kerjakan.” tegas Bu Guru.
Mereka berdua berlari di lapangan dan Rosa terus menghujat Fine sepanjang mereka berlari. Bel istirahat berbunyi, semua teman kelasnya melihat mereka berdua dan mengejek mereka. Mungkin karena Fine sangat kesal dihujat banyak orang, lantas dia berhenti dan mengatakan, “Woooy. . . I’m Fine.”